Kamis, 25 Maret 2010

Semarak Pasar Perbankan Syariah

Industri perbankan syariah dalam negeri sepertinya bakal makin semarak mulai tahun ini. Pasalnya, para pemain baru sebentar lagi akan masuk seluruhnya 'meramaikan' industri perbankan syariah dalam negeri.



Baru-baru ini misalnya, otoritas moneter Bank Indonesia kembali menerbitkan izin operasional kepada PT Bank Victoria Internasional Syariah sebagai bank umum syariah ke-7 dari enam bank yang sudah ada saat ini. Rencananya, anak usaha PT Bank Victoria Internasonal ini akan memulai operasinya mulai 1 April 2010 mendatang.



Direktur Utama Bank Victoria Internasional Daroel Aboebakar mengatakan, pihaknya bersiap masuk ke pasar perbankan syariah sebagai Bank Umum Syariah (BUS) setelah BI menerbitkan izin operasionalnya per 10 Februari lalu. "Launching operasionalnya pada awal April atau paling lama pertengahan April ini," ujarnya.



Saat ini, sambung Daroel, pihaknya masih memfinalisasi sejumlah persiapan seperti teknologi, sumber daya manusia, dan infrastruktur pendukung lain. Dengan begitu, bank sudah betul-betul siap saat memulai operasinya.



Sekedar informasi, anak usaha syariahnya ini merupakan konversi atas PT Bank Swaguna yang diakuisisi PT Bank Victoria Internasional 2007 lalu dengan kepemilikan 99,8% sahamnya. Saat ini, sebagai Unit Usaha Syariah (UUS), Bank Victoria Syariah memiliki modal inti Rp110 miliar dan aset senilai Rp250 miliar.



Direktur Utama PT Bank Victoria Syariah Sari Idayanti menambahkan, pihaknya bakal menyasar nasabah di segmen sektor ritel dan UMKM mengingat potensi pasarnya yang masih besar. Mengutip data BI, jumlah pelaku usaha di sektor ini mencapai sekitar 40 juta dengan rincian 20 juta di sektor pertanian dan 20 juta lagi di sektor UMKM, sektor usaha informal dengan sebaran terbanyak di Jawa, terutama Jakarta.



"Di samping itu, nasabah yang kami bidik juga adalah nasabah syariah moderat, yakni nasabah yang yang tidak terlalu fanatik, melainkan juga mengharapkan hasil akhir (investasi) yang optimal. Bagi bank-bank sekelas kami, tampaknya harus menyasar nasabah yang moderat seperti itu, dimana umumnya mereka adalah nasabah UMKM," paparnya.



Untuk tahap awal, sambung Sari, pihaknya akan menambah jaringan 10 kantor cabang pembantu dengan konsentrasi di wilayah DKI Jakarta. Saat ini, Bank Victoria Syariah telah memilik delapan kantor, yaitu enam kantor cabang dan dua kantor cabang pembantu yang tersebar di Denpasar, Jakarta, Tegal, Cirebon, Bandung, Bekasi.





Untuk tahun pertama, sambung Sari, pihaknya telah mematok target peningkatan aset menjadi Rp350 miliar, penyaluran pembiayaan Rp185 miliar dan dana pihak ketiga (DPK) Rp150 miliar. Khusus penerimaan laba, Sari mengaku pihaknya masih menargetkannya masih cukup kecil yakni Rp769 juta. "Namun seiring pertumbuhan bisnis, kami berharap bisa terus meningkat," jelasnya.



Setelah PT Bank Victoria Syariah hadir dengan mengantongi izin operasional dari BI, tiga bank umum syariah lain sepertinya juga akan segera meluncur menyusulnya. Ketiganya yaitu BNI Syariah, Bank Jabar Banten Syariah, dan BCA Syariah yang masih mengantri izin operasional otoritas perbankan domestik tersebut.



Bank Jabar-Banten Syariah misalnya, sepertinya akan segera mengantongi izin operasional dari BI. Sebab di Februari kemarin, izin usaha pendirian perseroan terbatas dari Kementerian Hukum dan HAM penerbitan BUS Bank Pembangunan Daerah ini sudah dikantongi setelah November 2009 lalu izin prinsip pendirian bank syariah dari BI terbit.



"Kami sendiri sudah berencana melepas unit usaha syariahnya menjadi Bank Umum sejak 2009 lalu, lewat mekanisme spin off," ujar Direktur Utama PT Bank Jabar Banten Agus Ruswendi.



Agus mensinyalkan, bisnis pembiayaan bank ini bakal dikonsentrasikan pada sektor ritel dan UMKM. Agar kapasitas pembiayaan dan kinerjanya lebih moncer, kepemilikan saham bank ini nantinya akan ditawarkan kepada seluruh pemilik saham seperti kabupaten/kota atau pemerintah provinsi.



Izin serupa juga tengah dinantikan oleh PT BCA Syariah. Kandidat Direktur Utama Bank BCA Syariah Yana R. Sutrisno mengatakan, pihaknya sudah memfinalisasi persiapan penyelenggaran operasional sebagai BUS, sehingga ketika izin operasional terbit, pihaknya sudah siap tinggal berjalan.



"Segera setelah mendapatkan ijin dari BI, maka BCA Syariah akan dapat beroperasi dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama," jelasnya.



Yana mengatakan, bank syariah yang merupakan konversi dari Bank Utama Internasional Bank (UIB) yang diakuisisinya di akhir 2008 senilai Rp248,257 miliar ini pembukaan awalnya akan membuka 11 kantor, di Jakarta dan Surabaya. Untuk sementara BCA Syariah akan menggunakan kantor UIB yang terdiri dari 6 kantor cabang dan 7 kantor kas. Artinya, BCA setidaknya akan membangun 5 kantor baru untuk mendukung operasional BCA Syariah.



Begitu pun BNI Syariah. Kepala Divisi Syariah BNI Rizqullah mengatakan, saat ini pihaknya sedang menyiapkan kelengkapan dokumen sebagai syarat pengajuan izin usaha. "Izin prinsip sudah kami dapatkan," jelasnya.



Untuk modal awal BUS BNI ini, sambungnya, direncanakan Rp1 triliun dimana PT BNI Tbk akan menyuntik dana investasi Rp999 miliar atau menggenggam 99,9% saham BUS. Targetnya, di tahun pertama aset bisa mencapai Rp5,9 triliun dan kredit pembiayaan Rp4,9 triliun, serta DPK Rp5,2 triliun.



'Tapi ini sifatnya sementara. Tentang kinerja, tetap saja tergantung kepada direksi BUS nantinya," tegas Rizqullah.



Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia Ramzi A Zuhdi sebelumnya mengatakan, izin keseluruhan bank-bank syariah tersebut sudah hampir rampung. Karena pengurusan izin masih berkaitan dengan penyelesaian infrastruktur, dokumentasi, dan pengajuan ke Departemen Hukum dan HAM.



President Director of Karim Business Consulting Adiwarman Karim mengatakan, maraknya para pemain baru masuk ke sektor perbankan syariah domestik dilatari oleh alasan yang cukup beragam. Salahsatunya adalah tarif nol persen Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk produk dan jasa syariah baik di sektor perbankan dan keuangan per 1 April 2010.



“Kondisi ini menjadi fakta menariknya perbankan syariah. Apalagi pasarnya juga masih sangat besar dengan kecenderungan masyarakat untuk memanfaatkan jasa dan produk-produk keuangan dan perbankan syariah yang terus meningkat,” papar Karim.



Alasan lain, sambungnya, adalah pemberlakuan asas kepemilikan tunggal atau single presence policy (SPP) seperti diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/16/PBI/2006 tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia. Kebijakan yang bertujuan meningkatkan economic of scale, pengawasan, dan mewujudkan struktur perbankan Indonesia yang sehat dan kuat ini mendorong kalangan investor untuk mendiversifikasi sebagian usahanya menjadi bank syariah.



Sekretaris Jenderal Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Bambang Sutrisno mengatakan, kehadiran para pemain baru akan menambah kaya alternatif keuangan dan perbankan syariah. Harapan masyarakat di berbagai kawasan dan lapisan untuk memanfaatkan jasa dan produk syariah makin mudah direalisasikan.



“Praktis, masyarakat juga terbebas dari riba dalam pemanfaatan jasa dan produk keuangan dan perbankannya,” kata dia.



Hanya, kata Bambang, para pemain baru maupun lama dituntut makin inovatif dalam menawarkan produk dan jasa yang ditawarkannya. Pemerintah dan otoritas perbankan juga diharapkan bisa menyediakan fasilitas insentif dan regulasi yang lebih mendukung bagi pertumbuhan industri.



Secara industri, sambung Bambang, bila ketiga bank lagi sudah diperoleh izin operasinya tahun ini, maka akumulasi asset di industri perbankan syariah bisa mencapai Rp80-90 triliun, bahkan Rp90 triliun. Selain itu, jumlah pembiayaan yang bisa dikucurkan juga akan relatif lebih besar. (Zaenal Muttaqin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar