Selasa, 30 Maret 2010

Menjajal Pasar Global

MESKI masih belum cukup diperhitungkan di jajaran pemain industri keuangan dan perbankan syariah global, namun bukan berarti menghalangi sejumlah pemain domestic menyasar berbagai pasar di luar negeri. Meski variasi produk yang ditawarkannya juga terbatas, namun langkah ini layak untuk diapresiasi.
Sebut misalnya, Bank Muamalat Indonesia (BMI). Setelah sukses mengawali ekspansi di negeri jiran Malaysia di tahun 2009, tahun ini BMI siap mengembangkan sayap bisnisnya ke Hong Kong dan Saudi Arabia. Treasury & International Banking Director BMI Farouk Abdullah Alwyni mengatakan pihaknya telah mempersiapkan pengembangan bisnis tersebut.
Berdasar hitung-hitungan bisnis penerimaan deposito, jelas dia, potensi pasar kedua negara sangat besar. Selain masyarakat setempat, banyak warga negara Indonesia yang tinggal dan bekerja di kedua negara tersebut. Tentunya, warga negara kita ini membutuhkan fasilitas untuk mengirimkan pendapatannya ke dalam negeri (remittance). Ceruk inilah yang ingin digarap BMI.
Potensi yang cukup besar, contoh Farouk, terlihat dari pasar Malaysia. Diketahui, di negara ini, ribuan warganegara Indonesia tinggal dan bekerja di negeri ini. Meski baru didirikan, namun cabang di BMI di Malaysia cukup berhasil meraup dana-dana masyarakat. Tahun 2009, BMI berhasil menarik deposito dalam mata uang dolar AS sekitar USD30 juta.
Begitu juga pasar di Saudi Arabia. Sama seperti Hong Kong, ribuan warga negara Indonesia tinggal dan bekerja di negara bagian dari kawasan Timur Tengah ini. menyasar mereka, jelasnya, BMI menggandeng bank terbesar negara tersebut yakni National Commercial Bank dengan menawarkan produk remitensi.
Farouk mengakui, varian produk yang ditawarkan belum selengkap seperti yang ditawarkan para pemain industri keuangan dan perbankan syariah dari negara-negara lain seperti Malaysia. Namun seiring perkembangan ke depan, lanjutnya, para pemain lokal juga diharap sudah bisa menawarkan produk yang cukup beragam untuk bisa diakses nasabah.
Lebih daripada sekedar bisnis seperti demikian, lanjut Farouk. Upaya BMI menyasar pasar global dilakukan untuk kepentingan bisnis jangka panjang dimana para pemodal sektor industry keuangan dan perbankan syariah global maupun konvensional bisa menjajdikan industry keuangan dan perbankan syariah lokal sebagai mitra dalam merealisasikan bisnis seperti pembiayaan proyek-proyek besar melalui program sindikasi.
Untuk itulah, lanjut Farouk, tidak hanya mendirikan jejaring kantor cabang operasional di berbagai negara, namun pihaknya juga menjajal kerjasama dengan berbagai lembaga keuangan global. Sebut misalnya Bank Pembangunan Asia (ADB), BMI akan segera merealisasikan kerjasama pembiayaan perdagangan (trade financing). Dengan kerjasama tersebut kita bisa membuka letter of credit lebih luas dan juga dalam rangka pengembangan islamic money market.
Pada November 2009 lalu, BMI menandatangani kerjasama dengan ADB yang menyiapkan dana USD700 juta terkait Program Fasilitasi Pembiayaan Perdagangan (Trade Finance Facilitation Program/TFFP) untuk bank-bank di Indonesia yang bekerja sama dengan ADB. Selain BMI, ADB menjalin kerjasama juga dengan Bank Mandiri.
Selain ADB, BMI juga tengah mempersiapkan kerjasama dengan anak usaha Bank Dunia International Finance Corporation (IFC), Islamic Trade Finance Corporation (ITFC) dan Islamic Corporation for Insurance of Investments and Export Credits (ICIEC).
Sama seperti BMI, upaya menjajal pasar keuangan perbankan syariah global juga sudah dilakukan PT BNI 46 Syariah. Menurut Kepala Divisi BNI Syariah Rizqullah, seperti disampaikan oleh Planning & Development Group Head BNI Syariah Wahyu Avianto, BNI Syariah ini mengembangkan sayap usahanya dengan membuka kantor cabang BNI Syariah di Hongkong dan Singapura dan outlet-outlet di kantor perwakilan Jeddah, Abu Dhabi, dan Qatar di Timur Tengah. Sasaran utamanya juga adalah warga negara Indonesia yang tinggal dan bekerja di kedua negara tersebut.
Di masing-masing wilayah kerja ini, BNI Syariah menawarkan varian produk tabungan syariah yang menghimpun dana pihak ketiga (DPK) tenaga kerja atau warga negara Indonesia yang tinggal di masing-masing negara. Tak hanya itu, rencananya BNI Syariah juga bakal menyasar Pembiayaan Pemilikan Rumah (PPR) Syariah para tenaga kerja di Indonesia. Dengan layanan tersebut, warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal atau bekerja di Hongkong dapat memiliki rumah di Indonesia secara mencicil tanpa harus pulang terlebih dahulu.
Menurut Rizqullah, pihaknya masih belum berencana melakukan penambahan cabang atau outlet di selain beberapa negara yang sudah dibidik. Menurutnya, pihaknya masih akan melakukan optimalisasi pasar yang sudah ada. Dari sisi kontribusi penerimaan bisnis, diharapkan masing-masing kantor cabang dan outlet BNI syariah bisa tumbuh dua kali lipat dari rata-rata penerimaan deposito masing-masing Rp6 miliar.
Pengamat Perbankan Syariah Ismy Kushartanto mengakui, potensi pasar luar negeri masih cukup besar untuk bisa disasar industri keuangan dan perbankan syariah lokal. Selain remiten, jual beli valuta asing, pembiayaan perdagangan, potensi pembiayaan properti bagi warga negara Indonesia yang lama tinggal dan bekerja di luar negeri juga sangat besar.
Untuk itu, sambungnya, ada baiknya para pemain industry keuangan dan perbankan syariah lokal juga mulai melirik pasar-pasar global. Meski harus berkompetisi dengan perbankan syariah asal negara lain, namun pasar perbankan syariah Indonesia cukup segmented yaitu para tenaga kerja maupun warga negara Indonesia yang tinggal dan bekerja di negara-negara tersebut.
Inisiatif sejumlah pelaku industry keungan dan perbankan syariah menjajal pasar global selayaknya diacungi jempol. Selain mendorong penerimaan bisnis, upaya ini juga bisa mendorong mereka ‘belajar’ meningkatkan kualitas dan terbiasa berkompetisi dengan para pemain industry keuangan syariah di pasar global yang lebih luas. (Zaenal Muttaqin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar