Jumat, 28 Januari 2011

Tahun Emas Keuangan Syariah

Tahun 2010, baru beberapa pekan terlewati. Suatu tahun yang penuh liku namun cukup menggembirakan bagi kinerja pertumbuhan dan perkembangan bisnis industri keuangan dan perbankan syariah di dalam negeri. Meski secara general, perkembangan industri keuangan dan perbankan lokal global, terutama yang bersifat konvensional, masih dihadapkan pada ‘sisa-sisa’ pemulihan krisis di tahun-tahun sebelumnya.
Mengutip data evaluasi Bank Indonesia 2010 maupun reportase sejumlah media yang menaruh perhatian cukup besar, kita bisa menampak dinamika yang cukup progresif dari perkembangan bisnis dan pertumbuhan kinerja industri perbankan dan keuangan syariah lokal. Tidak hanya di sisi pertumbuhan pengumpulan dana pihak ketiga (DPK), industri perbankan dan keuangan syariah juga mencatatkan kinerja pembiayaan yang cukup cemerlang.
Data Bank Indonesia mencatat, menjelang triwulan III-2009, penghimpunan dana pihak ketiga yang dilakukan bank-bank syariah domestic mencatatkan pertumbuhan tahunan hingga 39,16% (Year on Year/YoY). Prosentase pertumbuhan ini melewati prosentase pertumbuhan pada periode yang sama tahun 2009 sebesar 35,19% (YoY). Grafik pertumbuhan yang meningkat ini berbalik dengan kecenderungan perlambatan pertumbuhan penghimpunan dana pihak ketiga di awal-awal tahun 2010. Sehingga, secara keseluruhan, total dana pihak ketiga yang bisa dihimpun bank-bank syariah masih bisa dipertahankan di level Rp 2 triliun.
Dari sisi pembiayaan (financing), bank-bank syariah nasional berhasil mencatatkan tren pertumbuhan signifikan dengan tingkat pertumbuhan sebesar 34,85% (YoY), lebih tinggi dibanding tingkat pertumbuhan pada periode yang sama tahun 2009 sebesar 18,16% (yoy). Riset Bank Indonesia mencatat, peningkatan pertumbuhan sebagian besar dikontribusikan oleh kegiatan pembiayaan di sektor riil yang terus melakukan pemulihan setelah sempat tertekan akibat krisis keuangan di 2008. Dan yang membanggakan, rasio pembiayaan bermasalah (non performing finance/NPF) yang turun 4,10% di bawah 4% mengindikasikan aktivitas pembiayaan pengelolaan resiko pembiayaan perbankan syariah dilakukan secara hati-hati.
Selain aspek penghimpunan dana dan aktivitas pembiayaan yang disalurkan, bank-bank syariah nasional juga mencatatkan pengembangan kelembagaan yang cukup signifikan. Ini ditandai dengan ‘kelahiran’ para pemain baru di industri bisnis perkembangan syariah nasional, baik berupa Bank Umum Syariah (BUS) maupun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Selama tahun 2010, jumlah Bank Umum Syariah bertambah 6dengan diterbitkannya izin usaha 5 BUS yaitu PT Bank Victoria Syariah, PT Bank BCA Syariah, PT Bank Jabar Banten Syariah, PT Bank BNI Syariah, dan PT Bank Maybank Syariah Indonesia. Dari 5 izin BUS baru tersebut 3 diantaranya adalah izin konversi (perubahan kegiatan usaha bank konvensional menjadi bank syariah) dan 2 lainnya adalah izin BUS hasil spin-off (pemisahan). Izin konversi diberikan kepada PT Bank Victoria Syariah (semula adalah PT Bank Swaguna), PT Bank BCA Syariah (semula adalah PT Bank UIB) dan PT Bank Maybank Syariah Indonesia (semula adalah PT Bank Maybank Indocorp), sedangkan izin usaha BUS hasil spin-off diberikan kepada PT Bank Jabar Banten Syariah dan PT Bank BNI Syariah.
Kinerja industri perbankan dan keuangan syariah yang menunjukkan kecenderungan pertumbuhan yang meningkat sepanjang tahun 2010 tidak terlepas dari dukungan regulator dan kreativitas industri dalam menawarkan produk kepada nasabah. Dukungan regulator misalnya bisa terlihat pada pengaturan perpajakan yang lebih kondusif (UU No.42 tahun 2009 tentang PPN), peningkatan credit rating Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi di tingkat global, pendirian bank-bank syariah baru, serta semakin gencarnya program edukasi dan diseminasi
perbankan syariah oleh Bank Indonesia, perbankan syariah, maupun pihak-pihak terkait
lainnya.
Alhasil, pertumbuhan industri perbankan dan keuangan syariah sepanjang tahun 2010 yang cukup membanggakan selayaknya terus dipertahankan pada tahun-tahun selanjutnya. Keberpihakan pemerintah dan Bank Indonesia sebagai regulator, disamping kerja keras industri dalam mengembangkan bisnis merupakan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan dalam pengembangan industri perbankan dan keuangan alternatif ini. Sehingga manfaatnya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional makin optimal. (Zaenal Muttaqin)

Penulis adalah pewarta media